Kelompok pembela hak sipil di negara bagian California, AS menyerukan agar Jaksa Agung di negara-negara bagian barat Amerika Serikat mempertimbangkan kembali dukungannya terhadap aturan penjara yang melarang sipir berjenggot.
Kelompok itu mendukung seorang mantan prajurit AL AS, Trilochan Oberoi, yang ingin bekerja sebagai sipir tetapi ditolak karena berjenggot. Oberoi merasa jenggotnya adalah simbol penting dalam keyakinannya sebagai penganut Sikh.
Menurut Oberai, aturan penjara itu merupakan pelanggaran terhadap hak sipilnya.
Jaksa Agung setempat sebelumnya sudah mengeluarkan keputusannya untuk mendukung pernyataan Departemen Pemasyarakatan dan Koreksi AS (CDCR) yang mengatakan dengan jenggotnya itu, Oberoi tidak akan dapat mengenakan masker gas jika diperlukan di penjara.
Menurut para pembela hak sipil, aturan Departmen Pemasyarakatan dan Rehabilitasi sendiri membolehkan sipir memelihara jenggot untuk alasan kesehatan tertentu sehingga mestinya mereka juga memberikan dispensasi yang sama untuk kaum Sikh, Muslim, atau Yahudi Ortodoks atau kepercayaan lain yang memang membawa ajaran pemeliharaan jenggot atau rambut.
"Dengan melihat sejarah Anda mendukung perjuangan hak sipil selama ini, kami berharap Anda juga prihatin dan akan menyarankan agar klien CDCR berhenti bersikap diskriminatif," demikian isi surat kelompok itu kepada Jaksa Agung Kamala Harris.
Sementara menurut jurubicara CDCR, Peggy Bengs, pemakaian masker gas dengan tepat sangat penting bagi sipir untuk melindungi diri dari gas air mata dan semprotan bubuk merica yang kadangkala dipakai untuk mengatasi rusuh tahanan di dalam penjara.
Meski demikian, menurutnya, departemennya membolehkan jenggot tumbuh sepanjang satu inci jika ada izin dokter karena seorang sipir menderita penyakit kulit atau alergi.
Kelompok itu mendukung seorang mantan prajurit AL AS, Trilochan Oberoi, yang ingin bekerja sebagai sipir tetapi ditolak karena berjenggot. Oberoi merasa jenggotnya adalah simbol penting dalam keyakinannya sebagai penganut Sikh.
Menurut Oberai, aturan penjara itu merupakan pelanggaran terhadap hak sipilnya.
Jaksa Agung setempat sebelumnya sudah mengeluarkan keputusannya untuk mendukung pernyataan Departemen Pemasyarakatan dan Koreksi AS (CDCR) yang mengatakan dengan jenggotnya itu, Oberoi tidak akan dapat mengenakan masker gas jika diperlukan di penjara.
Menurut para pembela hak sipil, aturan Departmen Pemasyarakatan dan Rehabilitasi sendiri membolehkan sipir memelihara jenggot untuk alasan kesehatan tertentu sehingga mestinya mereka juga memberikan dispensasi yang sama untuk kaum Sikh, Muslim, atau Yahudi Ortodoks atau kepercayaan lain yang memang membawa ajaran pemeliharaan jenggot atau rambut.
"Dengan melihat sejarah Anda mendukung perjuangan hak sipil selama ini, kami berharap Anda juga prihatin dan akan menyarankan agar klien CDCR berhenti bersikap diskriminatif," demikian isi surat kelompok itu kepada Jaksa Agung Kamala Harris.
Sementara menurut jurubicara CDCR, Peggy Bengs, pemakaian masker gas dengan tepat sangat penting bagi sipir untuk melindungi diri dari gas air mata dan semprotan bubuk merica yang kadangkala dipakai untuk mengatasi rusuh tahanan di dalam penjara.
Meski demikian, menurutnya, departemennya membolehkan jenggot tumbuh sepanjang satu inci jika ada izin dokter karena seorang sipir menderita penyakit kulit atau alergi.
No comments:
Post a Comment
follow @Apaajaboooleh on twitter
kritik , saran dan masukan.. kirim ke apaajabooooleh@gmail.com..:)