Harga susu sapi di Indonesia adalah yang paling rendah se-Asia
Tenggara, merujuk pada data International Farm Comparison Network,
sebuah lembaga riset persusuan internasional. Kondisi ini dinilai sudah
tidak wajar dan membebani peternak sapi perah.
"Harga susu sapi di
Indonesia sudah tertinggal oleh sejumlah negara yang sebenarnya baru
memulai industri persusuan. Hal ini ironis, sebab lama-kelamaan bukan
tidak mungkin akan semakin banyak peternak yang menjual sapi perahnya
karena tidak menguntungkan lagi," tutur Ketua Dewan Penasihat
Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Jawa Tengah,
Bambang Web, Kamis (8/3/2012), di Banyumas.
Sebagai perbandingan,
satu liter susu segar di Thailand sekitar Rp 4.370, Vietnam Rp 4.200,
Filipina Rp 5.022, dan Malaysia Rp 5.400.
Menurut Bambang Wiyogo
(40), peternak sapi perah di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen,
Banyumas, harga jual susu di tingkat peternak ke koperasi berkisar Rp
2.900 - Rp 3.100 per liter bergantung pada kualitas. Setelah ditambah
biaya perlakuan (handling cost), harga jual dari koperasi ke industri pengolahan susu berkisar Rp 3.500 - Rp 3.900 per liter.
Selain
rendahnya harga susu, menurut Bambang, pemerintah juga tidak serius
membantu peternak untuk menambah jumlah ternaknya melalui skema bantuan
kredit. Hingga kini, program Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dinilai
masih tidak menyentuh peternak.
Menurut Direktur Pembibitan
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Abubakar,
sejak diluncurkan tahun 2009 hingga awal 2012, dari total anggaran
tersedia sebesar Rp 3,8 triliun, penyerapan KUPS baru mencapai Rp 411
miliar atau sekitar 10,56 persen.
"Kami akui masih ada kekurangan
dalam aturan, baik di sisi pemerintah maupun perbankan. Ini yang akan
diperbaiki terutama melalui peraturan menteri pertanian terkait KUPS
yang ditargetkan dapat selesai akhir bulan ini," ungkapnya.
Selama
ini, besaran pagu indikatif KUPS yang tercantum, yakni Rp 55 miliar
untuk 5.000 ekor sapi. Artinya, satu ekor sapi dihargai sekitar Rp 10
juta.
Hal ini yang banyak dikeluhkan kelompok peternak maupun
koperasi, karena harga bibit sapi perah, terutama jenis impor saat ini
berkisar Rp 20 juta-Rp 25 juta per ekor. Untuk itu, pada aturan baru
nanti, pagu indikatif KUPS dipatok maksimal Rp 72 miliar tanpa
mencantumkan jumlah ekornya.
Selain itu, kendala penyerapan KUPS
lainnya selama ini terkait pencatatan agunan. Sejauh ini, bank penyalur
tetap mensyaratkan debitur menyertakan agunan berupa sertifikat tanah.
Terkait ini, Kementerian Pertanian sedang berjuang supaya hewan dan
lahan milik peternak dapat dicatat sebagai agunan.
"Masih ada
keraguan dari pihak bank untuk mencatatkan ternak sebagai agunan. Untuk
mengatasi persoalan ini, lembaga penjamin kredit di daerah semestinya
bisa lebih berperan," kata Abubakar.
Kementerian Pertanian akan
menyurati seluruh gubernur agar menginstrusikan Bank Pembangunan Daerah
(BPD) di wilayahnya menjalin kerja sama dengan Kementerian Keuangan
terkait pembiayaan KUPS. Dengan demikian, dana dari pusat dapat
disalurkan ke BPD dan dapat diteruskan kepada para peternak yang akan
membibitkan sapi.
Sejauh ini, baru tujuh BPD yang sudah
menyalurkan KUPS, yakni Bank Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank Sumut,
Bank Nagari, Bank Bali, dan Bank NTB. "Peran BPD dalam KUPS harus lebih
besar karena ini untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah mereka
sendiri," jelas Abubakar. http://regional.kompas.com/read/2012/03/08/1053206/Harga.Susu.Indonesia.Paling.Rendah.di.Asia.Tenggara
1 comments :
maksih infonya gan.
follow @Apaajaboooleh on twitter
kritik , saran dan masukan.. kirim ke apaajabooooleh@gmail.com..:)